“INFLASI NOVEMBER 2021 MENINGKAT, PERLU WASPADAI PENINGKATAN PERMINTAAN NATAL DAN TAHUN BARU (NATARU) ”

Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada November 2021 mengalami
inflasi sebesar 0,53% (mtm), lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya
dan rata-rata inflasi bulan November dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang masing-masing
mengalami inflasi 0,10% (mtm) dan 0,16% (mtm). Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan
capaian nasional yang mengalami inflasi 0,37% (mtm), namun lebih rendah dibandingkan realisasi
inflasi Sumatera pada bulan November yang tercatat sebesar 0,58% (mtm). Secara tahunan, inflasi
Provinsi Lampung tercatat 1,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
1,75% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan inflasi Sumatera yang tercatat sebesar 2,13% (yoy).
Dilihat dari sumbernya, inflasi pada bulan November 2021 didorong oleh
peningkatan pada beberapa komoditas seperti: cabai merah, minyak goreng, telur ayam
ras, bakso siap santap, dan upah pembantu rumah tangga dengan andil masing-masing
sebesar 0,21%; 0,12%; 0,10%; 0,09%; dan 0,05%. Kenaikan harga cabai merah disebabkan oleh
terbatasnya pasokan akibat intensitas curah hujan yang tinggi. Kenaikan harga minyak goreng
disebabkan oleh masih berlanjutnya peningkatan harga komoditas CPO dunia sebagai bahan baku
utama. Sementara itu, kenaikan harga telur ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan sebagai
dampak dari pelonggaran mobilitas masyarakat. Selanjutnya, kenaikan harga bakso siap santap
didorong oleh kenaikan harga bahan baku dan biaya produksi, sehingga produsen menaikkan harga
jual. Lebih lanjut, kenaikan beberapa komoditi pangan tersebut dan keyakinan terhadap pemulihan
ekonomi mendorong kenaikan upah pembantu RT.
Meski demikian, Inflasi yang lebih tinggi pada periode November 2021 tertahan oleh
adanya deflasi pada sebagian komoditas di antaranya bawang merah, popok bayi sekali
pakai, cabai rawit, cumi-cumi, dan bawang merah dengan andil masing-masing sebesar -0,05%;
-0,03%; -0,03%; -0,02%; dan -0,01%. Penurunan harga komoditas bawang merah didorong oleh
melimpahnya pasokan seiring dengan panen yang dilakukan lebih awal akibat banjir. Sementara itu,
penurunan harga komoditas popok bayi sekali pakai (diapers) didorong oleh makin beragamnya
pilihan merek popok bayi yang menjadi alternatif pilihan dengan harga yang lebih terjangkau.
Selanjutnya, penurunan harga komoditas cabai rawit didorong oleh kembali normalnya pasokan
seiring dengan masuknya periode panen. Di sisi lain, peningkatan hasil tangkapan di tengah
No. 23/1143/Bdl/Srt/B
berkurangnya permintaan mendorong penurunan harga komoditas cumi-cumi. Adapun, penurunan
harga komoditas bawang putih disebabkan oleh pasokan yang memadai.
Sementara itu, NTP Provinsi Lampung tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya. Peningkatan NTP ini terjadi pada subsektor tanaman pangan, tanaman hortikultura,
tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan tangkap. Kenaikan NTP tersebut didorong oleh adanya
peningkatan harga pada komoditas gabah, ketela pohon, kelapa sawit, kopi, dan cabai merah. Di
sisi lain, tekanan inflasi pedesaan yang tergambar dari Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani
tercatat mengalami peningkatan 0,35% (mtm) didorong oleh peningkatan harga kelompok
makanan, minuman dan tembakau. Dengan demikian, NTP November 2021 tercatat meningkat
0,67% (mtm) dari 104,55 di bulan Oktober 2021 menjadi 105,25. Meskipun secara umum tercatat
di atas 100, NTP subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura tercatat masih berada di bawah 100
yang masing-masing sebesar 94,89 dan 95,57.
Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap
terkendali pada rentang sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu
dimitigasi, antara lain: Pertama, risiko berlanjutnya kenaikan harga minyak goreng seiring dengan
peningkatan harga komoditas CPO Dunia. Kedua, potensi peningkatan harga komoditas
hortikultura seiring dengan peningkatan intensitas curah hujan. Ketiga, peningkatan harga pada
komoditas perikanan yang didorong oleh faktor cuaca. Keempat, mulai meningkatnya harga
komoditas hortikultura seiring dengan berakhirnya masa panen dan masuknya musim penghujan.
Kelima, mulai meningkatnya permintaan masyarakat yang didorong oleh peningkatan mobilitas
masyarakat di Provinsi Lampung dan masuknya periode NATARU.
Dalam rangka menjaga agar tingkat inflasi tetap berada pada level yang rendah dan
stabil, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi guna mengantisipasi risiko di
atas. Pertama, memastikan keterjangkauan harga dari komoditas strategis. Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan bekerja sama dan bekomitmen untuk terus memastikan
keterjangkauan harga, melalui pemantauan harga komoditas strategis secara harian, yakni salah
satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (https://hargapangan.id/), untuk
melihat perkembangan harga serta melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan. Kedua,
memastikan ketersediaan pasokan kepada produsen, pedagang besar/utama dan pedagang
tradisional agar tidak terdapat kendala dalam distribusi pasokan, khususnya untuk pasokan yang
berasal dari luar Provinsi Lampung. Di sisi lain, guna memenuhi ketersediaan pasokan, TPID
Provinsi/Kabupaten/Kota perlu untuk terus mengoptimalkan dan meningkatkan koordinasi, salah
satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya untuk pemenuhan pasokan dan
menghadapi adanya risiko kenaikan harga komoditas pangan strategis. Langkah konkrit yang dapat
dilakukan oleh TPID Provinsi/Kabupaten/Kota terkait KAD adalah melakukan pendataan neraca
pangan secara akurat untuk mengetahui kondisi surplus defisit komoditas di wilayah masing-masing.
Selain itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB) yang merupakan terobosan untuk
mendukung upaya peningkatan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan perlu terus
ditingkatkan. Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan
terus memastikan adanya kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok di
Provinsi Lampung pada masa diberlakukannya PPKM di berbagai wilayah baik di Provinsi Lampung
maupun di wilayah lainnya. Selain stabilitas harga tetap terjaga, kelancaran distribusi juga dapat
memudahkan distributor, produsen dan petani dalam memasarkan produknya serta mendapatkan
harga yang wajar. Digitalisasi perlu dioptimalkan seperti pemanfaatan platform e-commerce atau
marketplace lokal untuk menjaga kelancaran distribusi dan pemasaran; serta terus mendorong
penggunaan transaksi nontunai. Keempat, meningkatkan komunikasi efektif melalui diseminasi
informasi harga dan iklan layanan masyarakat untuk mengimbau masyarakat agar bijak berkonsumsi
dan mengurangi asymmetric information untuk menjaga ekspektasi inflasi, terutama pada masa
pemberlakuan PPKM di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, masih terdapat tantangan bagi TPID
kedepan yakni upaya penguatan daya beli masyarakat di tengah proses pemulihan ekonomi Nasional.
Oleh karena itu, TPID harus bersama-sama mendorong percepatan realisasi program perlindungan
sosial dan perlunya melakukan identifikasi potensi sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi
antara lain melalui optimalisasi local value chain (LVC) sebagai strategi dalam mendorong
percepatan pemulihan ekonomi di daerah, dan tidak terbatas pada sektor pertanian pangan, namun
termasuk sektor lainnya yaitu pertambangan, perkebunan, dan industri. Penguatan LVC tersebut
diantaranya dengan membentuk klaster-klaster ekonomi baru atau eksosistem dimana korporasi
dapat berperan sebagai aggregator dan off-taker. Lebih jauh TPID juga dapat melakukan
pemantauan indikator terkini ekonomi daerah (early warning system) yang akurat dan terkini untuk
memantau denyut perekonomian perekonomian daerah1
.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*